Pastoral Sekolah Membentuk karakteristik Religius Peserta Didik
Dalam era modern yang penuh dengan moral dan krisis identitas, pendidikan tidak hanya dituntut untuk mencerdaskan bangsa, tetapi juga diharuskan untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang utuh, baik secara intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual. Aspek-aspek ini diharapkan dapat berkembang besama, sehingga seseorang tidak hanya baik secara akademik, tetapi secara emosional, sosial dan spiritual ikut berkembang. Dengan kemampuan intelektual, seorang manusia mampu memahami dan menciptakan sesuatu untuk memberikan kontribusi bagi kehidupan bangsa. Dengan kemampuan mengelola emosi yang baik, memampukan seseorang untuk dapat menghadapi setiap tantangan secara tenang. Relasi sosial yang baik juga membantu seseorang untuk dapat berkembang dan menyesuaikan diri dengan masyarakat. Karakter religious yang bagus, memungkinkan seseorang untuk dapat menggunakan pengetahuannya, emosinya secara jauh lebih matang, oleh karena memiliki karakter religious yang baik pula. Di sini kita melihat bahwa antara aspek pengetahuan, sikap dan spiritual memiliki keterkaitan satu sama lain. Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan spiritual peserta didik sangat erat dan saling mendukung dalam proses pembentukan karakter dan perkembangan individu. Pengetahuan yang kuat dapat memperkaya sikap dan spiritual, sementara sikap dan spiritual dapat memotivasi siswa untuk terus belajar dan memperluas pengetahuan.
Dalam dunia Pendidikan, kita mengenal ada 3 (tiga) aspek yang perlu dicapai oleh seorang peserta didik. Ketiga aspek tersebut adalah aspek pengetahuan, sikap (sosial dan spiritual) dan aspek keterampilan. Pengetahuan merupakan hasil dari pencarian seseorang, terdorong oleh keinginan untuk memahami sesuatu dan kemudian mencari hingga menemukannya melalui berbagai metode yang diterapkan. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Di sini kita melihat bahwa pengetahuan memampukan seseorang orang mengetahui dan dan dari pengetahuan itu ia kemudian dapat berkembang dengan baik.
Selanjutnya adalah dimensi sikap. Dimensi sikap terbagi menjadi dua bagian yakni sikap sosial yang berkaitan dengan bagaimana seseorang berelasi dengan sesama dan sikap spiritual, di mana orang membangun relasi dengan Tuhan yang ia imani. Virani, dkk (2016) menjelaskan bahwa sikap sosial yang baik dapat meningkatkan efektivitas belajar. Sikap sosial yang baik memampukan kita untuk membangun relasi dan komunikasi dengan Masyarakat di mana pun kita berada. Dengan sikap sosial yang baik, memungkinkan kita untuk dapat berkomunikasi dengan siapa saja. Sebaliknya, sikap sosial yang tidak baik membuat kita dijauhi, ditakuti dan kita menjadi terasing dalam lingkungan sosial. Di sinilah pentingnya menjaga sikap sosial.
Selanjutnya adalah sikap spiritual. Sikap spiritual dapat dipahami sebagai bagaimana kita membangun relasi dengan Tuhan. Kita membangun relasi dengan Tuhan yang kita Imani dan dari situ kita menimba banyak kebaikan. Menurut Hasanah (2017), Kata spiritual berarti berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta berhubungan dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Sikap spiritual dapat dipahami sebagai upaya untuk menciptakan hubungan yang mendalam dan bijaksana dengan Tuhan, yang kita yakini. Hubungan ini bukan hanya pribadi tetapi juga sumber inspirasi dalam desain kepribadian dan perilaku sehari -hari. Melalui keintiman kepada Tuhan, seseorang mendapatkan kekuatan batin, ketenangan pikiran, dan nilai kebaikan, seperti cinta, integritas, kerendahan hati, dan minat pada orang lain. Dalam konteks pendidikan, sikap mental memainkan peran penting dalam desain individualitas peserta didik secara keseluruhan. Sekolah tidak hanya dipercayakan dengan pendidikan intelektual, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan kesadaran spiritual peserta didik sehingga mereka dapat hidup selaras dengan iman dan nilai -nilai moral. Oleh karena itu, pelayanan kerohanian untuk membentuk sikap mental spiritualitas harus diintegrasikan secara sistematis melalui proses pembelajaran atau kegiatan untuk pengembangan karakter di lingkungan sekolah.
Dalam upaya untuk mencapai pendidikan holistik dan transformatif, itu adalah pendekatan yang tidak hanya berfokus pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga memperkuat kedalaman karakteristik spiritualitas. Sekolah harus menjadi ruang untuk membentuk pikiran dan karakter spiritual peserta didik melalui nilai -nilai hidup dalam praktik sehari -hari. Dalam konteks ini, layanan pastoral sekolah dapat digunakan sebagai sarana dukungan dan pelatihan yang komprehensif untuk para pendidik dan peserta didiknya. Layanan ini tidak hanya dapat membantu siswa dan guru menghadapi tantangan pribadi, sosial dan akademik, tetapi juga bisa menjadi media untuk memperdalam hubungan mereka dengan Tuhan, orang lain dan diri mereka sendiri. Layanan pastoral memainkan peran penting dalam desain kepribadian agama yang solid. Ini adalah fondasi utama pertumbuhan pribadi, disertai dengan integritas penuh cinta dan tanggung jawab. Dengan adanya layanan pastoral sekolah, pendidikan tidak hanya sarana untuk mencapai kesuksesan sekuler, tetapi juga cara untuk membangun kematangan keyakinan dan kehidupan yang bermakna. Dari sini memungkinkan terciptanya ekosistem pendidikan yang menyeluruh yang mencakup aspek intelektual, sikap (sosial dan spiritual) dan aspek keterampilan.
KONSEP LAYANAN PASTORAL SEKOLAH
Layanan pastoral dalam konteks pendidikan.Panitia Waligereja Indonesia Bagian kateketik (sekarang Komisi kateketik KWI) di dalam lokakaryanya di Malino (28 Juni – 4 Juli 1981), merumuskan pengertian pastoral sekolah yaitu “Segala kegiatan yang ditujukan untuk pengembangan, peningkatan dan pembinaan hidup beriman umat katolik di sekolah. Pastoral Sekolah merupakan “Usaha yang dijalankan oleh sekolah untuk mewujudkan iman di sekolah sehingga anggota-anggota nya memperoleh nilai-nilai serta iman yang baik sesuai dengan ajaran katolik dan dapat diterapkan dalam lingkungan sekolah, Gereja dan masyarakat.
Menurut Yohanes (2023), Pasangan kata pastoral sekolah menunjukkan hubungan timbal balik antara pastoral yang merupakan kata umum dan sekolah yang merupakan kata khusus. Kata sekolah membatasi kata pastoral. Dalam hal ini, kata sekolah memberi spesifikasi terhadap kata pastoral dengan menentukannya lebih lanjut. Oleh karena itu perlu adanya penerapan yang sesuai antara program pastoral dengan program kurikulum di sekolah. Pastoral adalah usaha komunikatif untuk menghadirkan kebaikan penggembalaan Tuhan agar dialami para murid supaya semakin mampu dan mau menanggapinya melalui penghayatan iman dan pengamalan di dalam kehidupan sehingga mampu menjadi saksi Kristus. Tujuan pastoral mengarah pada sabda dan teladan Yesus Kristus Sang Gembala Baik. Dalam Injil (Yoh 10:10) Yesus bersabda: “Aku datang, agar mereka mendapat hidup dalam segala kelimpahannya”. Melihat dari kutipan tersebut secara biblis dapat dikatakan bahwa tujuan pastoral mengarah pada kedatangan Yesus Kristus sendiri. Dalam pastoral, diharapkan umat yang didampingi mampu tumbuh dan berkembang dalam iman akan Yesus Kristus. Sekolah merupakan lembaga formal dalam pendidikan untuk melaksanakan kegiatan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik secara menyeluruh dalam segala aspek.
Layanan pastoral merupakan suatu kegiatan untuk memberikan pelayanan kepada umat katolik di sekolah. Pelayanan pun dapat dilakukan di berbagai dimensi kehidupan. Pelayanan dapat dilihat di dalam lingkungan gereja, di bidang Kesehatan, ekonomi, sosial, Pendidikan dan bidang-bidang lainnya. Pelayanan pastoral sebagai istilah kontemporer dapat dipisahkan dari komunitas keagamaan suatu pelayanan, yang terutama terkait dengan kepercayaan Kristen. Menurut Rizzuto, Ana-María (1998), Pelayanan pastoral biasanya melibatkan praktisi dan klien yang duduk bersama, dengan klien saling berbagi informasi pribadi. Praktisi mendengarkan dengan penuh perhatian, menjaga kerahasiaan informasi, dan menawarkan bimbingan dan konseling. Sedangkan menurut Woldemichael, dkk., (2013), pelayanan Pastoral adalah pendekatan Kristiani untuk memperbaiki tekanan mental dan telah dipraktikkan sejak terbentuknya Gereja Kristen. Pelayanan ini merupakan titik kontak yang mudah dan sering dipilih oleh orang-orang religius yang mencari pertolongan untuk mengatasi masalah psikologis atau masalah pribadi. Model pelayanan pastoral ini didasarkan pada kisah-kisah tentang bagaimana Yesus menyembuhkan orang-orang. Pelayanan ini menjadi titik kontak yang mudah dijangkau oleh mereka yang mencari pertolongan rohani untuk menghadapi persoalan psikologis atau pribadi. Dengan demikian, pelayanan pastoral bukan hanya menawarkan dukungan emosional, tetapi juga membentuk karakter religius, memperkuat iman, serta membimbing individu kepada pertumbuhan spiritual yang lebih matang.
Layanan pastoral dalam konteks pendidikan di sekolah berarti suatu bentuk pendampingan, pembinaan, dan perhatian yang terarah kepada perkembangan spiritual, emosional, sosial, dan moral peserta didik maupun pendidik, yang terintegrasi dalam seluruh aktivitas pendidikan. Hal ini dapat dipahami karena ketika orang berbicara tentang dimensi spiritual berarti terhubung juga dengan sikap dia dengan sosial Masyarakat. Layanan ini dimaksudkan supaya sekolah tidak hanya menjadi pusat pengajaran ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi ruang pembentukan kepribadian yang utuh, di mana nilai-nilai keagamaan yang mencakup kasih, pengampunan, dan solidaritas yang dihidupi dan ditumbuhkembangkan. Dalam layanan pastoral, peserta didik dan pendidik dibantu untuk menemukan makna terdalam dari kehidupan, memahami perannya dalam komunitas, serta membangun relasi yang sehat dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri. Pendekatan ini tidak hanya menanggapi persoalan emosional atau psikologis yang dihadapi individu, tetapi juga mendorong mereka untuk terus bertumbuh dalam nilai-nilai rohani yang kokoh.
Layanan pastoral di sekolah dilakukan melalui berbagai bentuk kegiatan seperti konseling pastoral, rekoleksi, retret, pelayanan misa atau ibadat dalam berbagai moment, kegiatan sosial, serta pendampingan pribadi yang berkelanjutan. Melalui pendekatan ini, layanan pastoral menjadi sarana efektif dalam membentuk karakter religius peserta didik dan pendidik, menguatkan mereka untuk menghadapi dinamika kehidupan modern, serta menjadikan sekolah sebagai komunitas belajar yang manusiawi, penuh empati, dan berlandaskan nilai-nilai Kristiani.
Tujuan Layanan Pastoral Sekolah
Pelayanan Pastoral di sekolah memiliki tujuan yang sangat mulia. Melalui pelayanan pastoral sekolah, guru dan peserta didik dimungkinkan untuk membentuk kepribadian mereka secara lebih baik. Terlebih kepada para peserta didik, pelayanan pastoral sekolah menjadi sarana yang sangat efektif untuk membentuk kepribadin mereka melalui pengajaran iman. Juga menjadi sarana penghayatan iman yang bisa mereka peroleh melalui layanan misa atau ibadah, rekoleksi dan kegiatan rohani lainnya.
Beberapa manfaat atau fungsi dari pelayanan pastoral yang dilangsungkan dengan tepat akan membawa suatu perubahan bagi sesama yang membutuhkan pelayanan secara khusus. Menurut Abineno, (2003), ada beberapa tujuan dari layanan pastoral yaitu sebagai berikut.
Fungsi menyembuhkan. Manusia adalah makluk individu dan sekaligus makluk sosial. Manusia adalah makluk yang menyadari keberadaannya. Ia memiliki tubuh, roh dan jiwa (I Tes. 5:23). Ia memiliki perasaan, kehendak dan pikiran bahkan hal-hal lain yang ada padanya. Inilah posisi manusia sebagai makluk individu. Manusia sering mengalami problem yang terpendam di dalam alam bawah sadarnya. Ia memiliki masalah yang berhubungan dengan dirinya sendiri, dengan orang-orang yang ada di sekitarnya bahkan dengan Sang Penciptanya sekalipun. Jadi fungsi penyembuhan dari pelayanan penggembalaan bersifat menyeluruh baik yang berhubungan dengan keberadaan umat sebagai makluk individu dan sekaligus sebagai makluk sosial.
Fungsi Menopang. Berbagai kesulitan yang dihadapi umat, kadang sulit ditanganinya sendiri. Sebagai contoh pada saat kehilangan orang tua karena meninggal atau orang yang sangat dicintai, ketika dalam keadaan sakit yang tak kunjung sembuh atau kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya, maka akan sangat berpotensi memicu suasana kegelisahan atau keputusasaan yang sulit diatasinya. Akan tetapi Firman Tuhan menyebutkan bahwa “Tuhan itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk” (Mzm. 145:14). Tidak akan dibiarkan umat yang berjalan di jalanNya untuk jatuh sampai tergletak Ia menopang tangan mereka (Mzm. 37:23-24). Melalui pelayanan penggembalaan yang berfungsi untuk menopang setiap umat yang demikian merupakan suatu kebutuhan. Kehadiran gembala merupakan kesempatan untuk bisa mendampingi, menopang dan menguatkan sehingga umat yang mengalami krisis demikian tidak terperosok dalam suatu gangguan kejiwaan.
Fungsi Membimbing. Peran pelayanan penggembalaan yang berfungsi untuk membimbing tidak berperan sebagai pengambilan keputusan yang dipilihkan oleh gembala. Nasehat-nasehat yang akan diutarakan gembala merupakan bagian yang telah dipertimbangkan dengan matang dan tidak bertentangan dengan asas kebenaran Kristiani.
Memperbaiki Hubungan.Kesalahpahaman antar anggota jemaat atau antara anggota keluarga terkadang terjadi sehingga mengakibatkan adanya keretakan bahkan kerapkali terputusnya hubungan yang telah terjalin. Rasul Paulus sendiri mengakui hal ini. Rasul Paulus dalam suratnya, ia menguraikan bahwasanya Allah sumber damai sejahtera yang memperbaiki hubungan yang telah retak (Yoh. 15: 9-12). Allah membuktikan segala kasih anugerah-Nya melalui Kristus yang telah rela mengorbankan diri-Nya untuk memulihkan kembali hubungan antara manusia dengan Allah oleh karena dosa yang telah dilakukan, sekaligus memberi perintah supaya saling mengasihi satu dengan yang lainnya.
Mengasuh /memelihara. Proses pemeliharaan atas jemaat merupakan suatu bentuk pendewasaan. Daud menuliskan bahwa melalui gada dan tongkat, ia menemukan penghiburan, sebab ia menyadari bahwa Tuhan adalah gembalanya yang tidak akan membiarkan dirinya untuk tidak dewasa (Mzm. 23:1-6). Gada dan tongkat merupakan alat yang digunakan gembala untuk mendisiplin dan menuntun setiap domba yang digembalakan. Kristus dalam menggembalakan umatNya, Ia selalu melatih untuk menjadi pribadi-pribadi yang dewasa. Tanggungjawab penggembalaan tidak lepas dari proses pendewasaan bagi yang digembalakan. Gembala harus bisa memberi kesempatan untuk jemaat dapat berusaha menyelesaiakan permasalahan yang di hadapinya tanpa ketergantungan kepada gembala.
Dalam konteks layanan pastoral di sekolah, kelima fungsi ini sangat relevan dalam membentuk karakter religius peserta didik. Fungsi menyembuhkan membantu peserta didik mengatasi luka batin, tekanan psikologis, dan konflik diri melalui pendampingan yang menyentuh aspek emosional dan spiritual mereka. Fungsi menopang memberikan dukungan saat peserta didik menghadapi kesulitan besar, sehingga mereka tetap kuat dalam menghadapi tantangan hidup. Fungsi membimbing mendorong peserta didik untuk membuat keputusan moral berdasarkan nilai-nilai iman Kristiani dengan kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Fungsi memperbaiki hubungan membina komunitas sekolah yang harmonis dengan menumbuhkan sikap rekonsiliasi, pengampunan, dan kasih antaranggota komunitas. Sementara itu, fungsi memelihara mengarahkan peserta didik untuk bertumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa secara rohani. Melalui proses ini, layanan pastoral tidak hanya berperan sebagai pendampingan sesaat, tetapi menjadi sarana strategis dalam membentuk karakter religius peserta didik secara utuh dan berkelanjutan, sehingga mereka mampu menjalani hidup berdasarkan nilai-nilai Kristiani di tengah tantangan zaman modern.
Bentuk-bentuk layanan pastoral Sekolah
Pastoral sekolah meliputi 3 unsur penting yakni: Pertama, Panca Tugas Gereja yang meliputi Liturgia (Perayaan Ekaristi dan Ibadat), Diakonia (Kunjunngan ke Panti Asuhan, Aksi Puasa dan Natal, kegiatan-kegiatan antar kelompok agama di sekolah), Kerygma (pendalaman iman, rekreasi bersama, rekoleksi, retret, ziarah, Koinonia (Perkembangan intelektual dan spiritual siswa, bimbingan rohani), Martyria (Kegiatan dibidang pendidikan Medis, social dan ekonomi).
Kedua, Subjek Pastoral Sekolah. Umat katolik di sekolah adalah subjek pastoral. Mereka bukan obyek. Obyeknya adalah kegiatan yang memungkinkan umat katolik di sekolah menjalankan tugas-tugas pastoral. Adapun yang dimaksud umat katolik di sekolah, yakni anak-anak (SD), Remaja (SMP), dan muda-mudi (Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi) khususnya yang beragama katolik, tetapi juga guru agama katolik, dan petugas-petugas penyelenggara sekolah yang beragama katolik yang ada di dalam sekolah katolik. Tentu saja tidak boleh dilupakan peranan orang tua wali murid yang katolik. Dengan katolik disini dimaksudkan juga para simpatisan dan katekumen.
Ketiga, Tempat Pastoral dilaksanakan. Unsur ini menunjukkan bahwa pastoral sekolah dilaksanakan di sekolah atau bertempat di sekolah. Sekolah yang dimaksud adalah sekolah katolik. Dokumen Dimensi Religius pendidikan di sekolah katolik: Pedoman untuk Refleksi dan Pembaharuan (KWI. 1988) mempresentasikan “sekolah katolik struktur sipil dengan tujuan, metode dan lima ciri khas umum sebagaimana suatu lembaga sekolah.
Subjek pastoral adalah seluruh umat Katolik yang ada di sekolah, termasuk siswa, guru, staf, orang tua, simpatisan, dan katekumen, yang berperan aktif dalam menghidupi tugas-tugas pastoral, bukan hanya sebagai penerima layanan. Sekolah Katolik sebagai tempat pastoral menjadi wadah utama di mana pertumbuhan intelektual dan spiritual dikembangkan secara harmonis, sesuai dengan semangat pendidikan Katolik.
PERAN AJARAN GEREJA DALAM PENDIDIKAN DAN PASTORAL
Pendidikan sebagai bagian dari misi Gereja
Menurut Konsili Vatikan II, Konstitusi dogmatis tentang Gereja, art. 36. Di sana dikatakan bahwa Diantara segala upaya pendidikan sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akalbudi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-gerasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan, yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia. Maka sungguh indah tetapi berat jugalah panggilan mereka semua, yang untuk membantu para orang tua menunaikan kewajiban mereka sebagai wakil-wakil masyarakat, sanggup menjalankan tugas kependidikan disekolah-sekolah. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas budi maupun hati, persiapan yang amat saksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan menyesuaikan diri.
Selain itu Gereja menyadari sangat beratnya kewajibannya untuk dengan tekun mengusahakan pendidikan moral dan keagamaan semua putera-puterinya. Maka Gereja harus hadir dengan kasih-keprihatinan serta bantuannya yang istimewa bagi sekian banyak siswa, yang menempuh studi di sekolah-sekolah bukan katolik. Kehadirannya itu hendaklah dinyatakan baik melalui kesaksian hidup mereka yang mengajar dan membimbing siswa-siswi itu, melalui kegiatan kerasulan sesama siswa, maupun terutama melalui pelayanan para imam dan kaum awam, yang menyampaikan ajaran keselamatan kepada mereka, dan yang memberi pertolongan rohani kepada mereka melalui berbagai usaha yang tepat guna dengan situasi setempat dan semasa.
Hal ini berarti bahwa pelayanan pastoral sekolah, menjadi bagian yang menyatu dari misi Gereja untuk membentuk manusia secara utuh, baik dalam aspek intelektual, maupun moral, sosial, dan spiritual. Pelayanan pastoral di sekolah berfungsi mendampingi peserta didik dalam mengembangkan kesadaran iman, membentuk karakter religius, dan membina hubungan yang akrab dengan Tuhan dan sesama. Melalui kegiatan pendidikan yang bernafaskan nilai-nilai Kristiani, seperti kasih, pengampunan, keadilan, dan solidaritas, sekolah menjadi tempat di mana nilai-nilai Injil dihidupi dan ditanamkan dalam keseharian peserta didik. Guru, pembimbing, imam, dan semua pelayan pastoral di sekolah berperan bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai saksi iman yang menghadirkan wajah Kristus di tengah komunitas pendidikan. Dalam pelayanan pastoral, perhatian tidak hanya diberikan pada prestasi akademik, tetapi juga pada pertumbuhan rohani dan pembinaan hati nurani anak-anak muda, sehingga mereka mampu bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman, berkarakter, dan mampu membawa dampak positif dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pelayanan pastoral sekolah menjadi sarana nyata Gereja dalam melaksanakan tugas perutusannya di dunia pendidikan.
Lima Tugas Gereja
Kerygma (Pewartaan): Menyampaikan Sabda Allah. Layanan pastoral sekolah menjadi bagian dari pewartaan atau kerygma. Di sini, melalui pastoral sekolah, peserta didik dimungkinkan untuk mendapatkan pelayanan sabda Allah melalui ibadah atau pun perayaan ekaristi. Melalui itu mereka dibekali dengan sabada Allah yang menjadi pedoman bagi sikap dan perilaku mereka sehari-hari di sekolah.
Liturgia (Liturgi): Perayaan iman dan sakramen. Layanan pastoral sekolah menjadi wadah bagi terlaksananya kegiatan liturgis. Dengan demikian, semua kegiatan yang berlangsung di sekolah terhubung dengan unsur liturgi. Terutama dalam perayaan iman seperti misa pembukaan tahun ajaran, misa jumat pertama dan kegiatan lainnya. Sebagai umat beriman, kita dipanggil untuk terlibat dan bersatu dalam perayaan ibadah resmi Gereja Katolik, yakni dalam liturgi. Melalui bidang liturgia ini, kita diajak untuk mengambil bagian aktif dalam berbagai bentuk liturgi Gereja. Peribadatan menjadi pusat kehidupan persekutuan umat Allah, yang membantu umat untuk semakin menghayati, memperdalam, dan merefleksikan iman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, sub bidang liturgia mencakup berbagai kegiatan doa bersama, devosi, serta penyelenggaraan Perayaan Ekaristi di lingkungan sekolah, sebagai sarana mempererat hubungan dengan Allah dan membangun iman komunitas.
Koinonia (Persekutuan): Membentuk komunitas iman. Layanan pastoral sekolah menjadi sarana bagi terbentuknya Persekutuan umat dalam hal ini warga sekolah. Mereka bersekutu untuk membangun iman bersama demi pelayanan kepada sesama. Sebagai umat beriman, kita diundang untuk terlibat aktif dalam kehidupan komunitas sebagai murid-murid Yesus. Pada dasarnya, manusia diciptakan untuk membangun hubungan yang erat, baik dengan Allah maupun dengan sesama dalam perjalanan hidupnya. Kehadiran persekutuan umat beriman menjadi cerminan nyata dari Gereja yang hidup dan dinamis. Dalam pelayanan pastoral di bidang koinonia (persekutuan), perhatian diberikan pada upaya membina keharmonisan, misalnya melalui perayaan bersama seperti Natal dan Paskah, serta perayaan rohani ulang tahun sekolah. Selain itu, semangat solidaritas juga ditumbuhkan melalui kegiatan seperti kunjungan kepada teman yang sakit, mengalami musibah, atau berada dalam kesulitan, sebagai wujud nyata kepedulian dan kasih Kristiani dalam komunitas.
Diakonia (Pelayanan): Melayani sesama dengan kasih. Layanan pastoral sekolah juga menjadi wadah bagi terlaksanya pelayanan iman. Dengannya peserta didik bisa mendapatkan pelayanan seperti bimbingan kerohanian yang membantu mereka, terutama di masa-masa anak sampai sebagai orang muda. Pelayanan iman membantu mereka tidak hanya berkembang secara pengetahuan, tetapi juga membangun relasi mendalam dengan Tuhan. Melalui bidang pelayanan ini kita sebagai umat Katolik diajak untuk bersikap terbuka dan melihat keadaan masyarakat yang sesungguhnya, termasuk di dalamnya masih banyak saudara kita yang membutuhkan. Bidang pelayanan mengajarkan untuk berempati dan berpartisipasi secara tulus dan Ikhlas.
Martiria (Kesaksian). Sebagai umat beriman kita dipanggil untuk terlibat dalam saksi kristus di tengah masyarakat. Melalui bidang kesaksian, kita diajak untuk menjadi teladan iman yang memberikan contoh-contoh kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran umat Katolik di tengah masyarakat harus mampu menjadi garam dan terang. Hal ini menuntut adanya relasi kehidupan sosial yang baik kepada sesama di tengah masyarakat. Sub bidang martyria (kesaksian) meliputi aksi Natal, aksi puasa pembangunan, kunjungan ke panti asuhan, bakti sosial dan lain sebagainya.
PENUTUP
Agar misi membentuk karakter religius pendidik dan peserta didik melalui layanan pastoral sekolah sungguh terwujud, diperlukan langkah-langkah konkret yang terencana. Salah satu kebutuhan mendesak adalah pelatihan pastoral dan spiritualitas bagi para pendidik. Seorang pendidik yang berakar dalam kehidupan rohani yang sehat akan menjadi pembimbing yang efektif, bukan hanya melalui kata-kata, tetapi terutama melalui keteladanan hidup. Melalui pelatihan ini, para pendidik diperlengkapi untuk mendampingi peserta didik dalam perjalanan iman mereka, memahami dinamika spiritualitas remaja, serta mampu menghadirkan suasana pembelajaran yang bernapas nilai-nilai Injili.
Di samping itu, kurikulum yang diterapkan di sekolah perlu, sadar dan sistematis menanamkan nilai-nilai religius dalam seluruh ranah pelajaran dan kegiatan. Karakter religius tidak dibentuk secara eksklusif di ruang kelas agama; dihidupkan dalam interaksi sehari-hari, dalam cara berfikir kritis yang dilandasi kasih, dalam tindakan sosial yang penuh belarasa, serta dalam pembinaan komunitas yang inklusif dan solider. Kurikulum yang berjiwa pastoral ini memungkinkan pendidikan Katolik menjadi lebih dari sekadar transmisi pengetahuan: pendidikan menjadi sebuah pengalaman pembentukan kepribadian Kristiani.
Dalam semangat ini, layanan pastoral harus kembali ditegaskan sebagai inti dari seluruh kegiatan pendidikan di sekolah Katolik. Pastoral bukan pelengkap, melainkan nafas yang menghidupkan setiap upaya pendidikan. Sekolah Katolik yang menghidupi pastoralnya dengan serius akan mampu membentuk generasi yang tidak hanya cerdas dan berkompeten, tetapi juga beriman, berintegritas, dan siap memberikan kesaksian hidup di tengah masyarakat.
Akhirnya, kita perlu merenungkan bahwa pendidikan Katolik sejati adalah sebuah perjalanan iman bersama. Pendidik, peserta didik, dan seluruh komunitas sekolah dipanggil untuk berjalan dalam terang Kristus, bertumbuh dalam kesetiaan kepada Injil, dan membangun dunia yang lebih manusiawi berdasarkan kasih Allah. Melalui layanan pastoral yang terencana, kreatif, dan berkesinambungan, sekolah Katolik akan terus menjadi tempat di mana karakter religius tidak hanya diajarkan, tetapi sungguh-sungguh dihidupi dan diwariskan.
Sumber Artikel :Silvester AB. Refra.
Mahasiswa S2 Program Magister Manajemen Pendidikan FKIP Uncen Jayapura
0 Komentar