Jayapura, Papua Terbit,-Sebuah prosesi adat yang sarat makna dan nilai-nilai leluhur berlangsung penuh kekhidmatan, ketika keluarga besar Alberth Merauje dan Ibu Yenny Ireeuw melaksanakan peminangan adat anak laki-laki mereka, Max, terhadap Hersin, putri dari almarhum Harun Ronsumbre dan Ibu Ernestina Wadibar, di Jayapura, Sabtu (1/11).
Acara adat ini menjadi simbol penyatuan dua keluarga besar keluarga Merauje–Ireeuw dari pihak laki-laki dan keluarga Ronsumbre–Wadibar dari pihak perempuan — dalam tali kasih dan ikatan adat yang diwariskan turun-temurun dari para leluhur
Sejak pagi, keluarga besar Merauje, Ireeuw, Awi Mraro, Awi, Mano dan semua yang punya hubungan talian darah telah berkumpul di kediaman untuk melakukan
pengumpulan harta peminangan berupa barang piring resa-resa, piring gantung, mangok batu, piring makan dan sejumlah uang.
Semua barang tersebut disiapkan dengan penuh makna dan kehormatan, karena menjadi simbol tanggung jawab, penghormatan, dan kesungguhan niat pihak laki-laki untuk meminang anak perempuan dari keluarga Ronsumbre.
Sebelum itu max sebagai adik laki laki memberikan simbol gelang kepada sang kakak sebagai tanda pamit dan doa restu.
Usai semua perlengkapan adat disiapkan, keluarga besar pihak laki laki, berangkat bersama menuju rumah pihak perempuan. Setibanya di sana, mereka disambut hangat oleh keluarga besar Biak dari pihak perempuan.
Acara diawali dengan doa pembukaan dan dilanjutkan dengan ketuk pintu yang menjadi tanda resmi dimulainya proses peminangan.
Tradisi ini bermakna penghormatan dan permohonan izin kepada keluarga perempuan untuk menyampaikan niat baik dari pihak laki-laki.
Setelah prosesi “ketuk pintu”, pihak perempuan mempersilakan tamu masuk ke dalam rumah untuk memulai acara peminangan secara adat. Dalam suasana penuh sukacita dan rasa hormat, perwakilan keluarga laki-laki secara resmi menyampaikan maksud meminang Hersin, putri keluarga Ronsumbre–Wadibar.
Prosesi berlanjut ketika calon mempelai perempuan diantar keluar menuju para-para adat, tempat di mana kedua belah pihak menyaksikan proses nikah adat. Di sinilah secara simbolis dua insan dipersatukan melalui ikatan adat yang suci, diiringi doa dan restu dari kedua keluarga besar.
Sementara Ibu Yenny Ireeuw memberikan gelang kepada kedua mempelai sebagai lambang kasih dan pengikat adat antara kedua keluarga dan dari pihak perempuan Ibu dari Hersin memberikan noken kepada menantunya Max.
Setelah selesai prosesi di kursi pelaminan adat kedua mempelai pindah ke kursi pelaminan keluarga.
Alberth Merauje menegaskan bahwa adat bukan sekadar tradisi, tetapi juga wakil Allah di tengah kehidupan manusia. “Apa yang kita lakukan hari ini bukan hanya untuk mengikuti kebiasaan, tetapi sebagai wujud ketaatan kepada Tuhan dan penghormatan kepada leluhur. Adat ini adalah warisan yang dititipkan kepada kita untuk dijaga dan diteruskan,” ujar Albert Merauje
Ia menambahkan, prosesi adat yang dilaksanakan hari ini merupakan bagian dari tiga rangkaian pernikahan yang akan dijalani oleh kedua mempelai, yaitu peminangan dan nikah adat, kemudian pemberkatan nikah kudus di gereja pada hari Senin mendatang, dan dilanjutkan dengan pencatatan pernikahan secara resmi di catatan sipil. Setelah seluruh rangkaian selesai, acara akan ditutup dengan resepsi dan jamuan makan bersama keluarga, handai tolan, serta kerabat.
Alberth berharap agar kedua anak mereka dapat menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh kasih, kedamaian, dan kesetiaan.
“Harapan kami, apa yang terjadi hari ini menjadi saksi bagi mereka berdua. Semua mata melihat, semua telinga mendengar, bahwa mereka diikat oleh tiga komponen penting: adat, gereja, dan pemerintah. Karena itu, kami berharap mereka hidup dalam cinta kasih, saling menghormati, baik dalam suka maupun duka, seiya sekata, sehidup semati,” tuturnya
Ia menambahkan, Prosesi peminangan ini tidak hanya menjadi simbol penyatuan dua keluarga, tetapi juga menjadi wujud nyata pelestarian adat istiadat yang luhur dan penuh makna.
“Adat adalah identitas kita. Jika adat hilang, maka hilang pula jati diri kita. Karena itu, kita wajib menjaga dan melestarikannya agar anak-anak kita kelak tetap mengenal akar budaya mereka,” katanya
Dengan penuh syukur dan sukacita, seluruh rangkaian prosesi adat ditutup dengan doa bersama, sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan dan penghormatan kepada leluhur yang telah menurunkan tata cara dan nilai-nilai kehidupan yang luhur.
Prosesi peminangan keluarga Merauje–Ireeuw dan Ronsumbre–Wadibar ini menjadi pengingat bahwa adat bukan hanya simbol budaya, tetapi juga pengikat moral dan spiritual dalam kehidupan masyarakat biak dan masyarakat Port Numbay yang harus dijaga dan diteruskan dari generasi ke generasi. (EL).




0 Komentar