Komnas HAM Papua Ungkap Dugaan Pelanggaran PSU, Soroti KPU dan Bawaslu RI

 


Jayapura, Papua Terbit,–Komisi Nasional Hak Azasi Manusia(Komnas HAM) Papua mengungkap temuan dugaan pelanggaran pemungutan suara ulang(PSU) pemilihan Gubernur  dan Wakil Gubernur Papua.

Untuk itu, Komnas Ham Papua menyoroti KPU RI dan Bawaslu RI terkait asistensi kinerja secara holistik dan Komprehensif KPUD dan Bawaslu Papua.

Sehingga menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025, KPUD Papua menetapkan jadwal Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua pada 6 Agustus 2025.

Komnas HAM RI Perwakilan Papua, sesuai mandat Pasal 76 jo Pasal 89 Ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, melakukan pemantauan pelaksanaan PSU di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Keerom. Pemantauan ini bertujuan memastikan pemenuhan hak konstitusional warga negara, khususnya hak memilih dan dipilih, dengan menaruh perhatian pada sejumlah isu krusial.

Pemantauan dilakukan pada 5–7 Agustus 2025, termasuk memantau potensi pelanggaran serta melakukan monitoring media secara rutin untuk mengidentifikasi dugaan pelanggaran yang terjadi.

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey, mengungkapkan sejumlah temuan, antara lain: beberapa TPS tidak menyediakan alat bantu maupun petugas pendamping bagi pemilih disabilitas tunanetra; 55 tahanan di Polsek Muara Tami, Polres Sentani, Polsek Abepura, Polsek Jayapura Selatan, Polresta Jayapura, dan Polsek Heram tidak dapat menyalurkan hak pilih; serta 589 pasien, keluarga, dan tenaga medis di RSUD Kwaingga Keerom, RSUD Abepura, RS Bhayangkara, RSUD Dok II, dan RSUD Ramela juga tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Selain itu, Komnas HAM mencatat adanya kasus kekerasan, diskriminasi, dan intimidasi. Misalnya, kericuhan di TPS 021 Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Kota Jayapura, ketika sejumlah warga memaksa untuk memilih dengan undangan yang tidak sesuai identitas. Komnas HAM juga menerima laporan dugaan intimidasi terhadap Ketua Bawaslu Kabupaten Jayapura, yang dibuntuti orang tidak dikenal dan mendapat banyak telepon misterius, sehingga mengganggu pelaksanaan pengawasan.

Frits menambahkan, terdapat laporan penikaman terhadap anggota KPPS di Kabupaten Keerom pada 6 Agustus 2025. Korban sudah mendapat perawatan, sementara pelaku ditangkap pihak kepolisian. Ada pula dugaan keterlibatan anggota Polsek Heram yang mengambil surat suara di sejumlah TPS di Kelurahan Waena dengan imbalan uang. Kasus ini telah dilimpahkan Panwas ke Bawaslu Kota Jayapura.

“PSU pasca putusan MK merupakan kesempatan bagi warga Papua untuk menyalurkan hak pilihnya. Hak ini adalah bagian dari HAM yang dijamin dalam Pasal 43 dan 44 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM,” tegas Frits.

Ia menekankan, kualitas Pemilu tidak hanya ditentukan tingkat partisipasi, tetapi juga kinerja penyelenggara dan pengawas. Semua dugaan pelanggaran harus diselesaikan melalui mekanisme hukum untuk menjamin Pemilu yang jujur dan adil.

Frits juga meminta Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan agar dalam putusan ke depan warga dapat menyalurkan hak pilih sesuai domisili, bukan hanya di TPS pemilihan sebelumnya. Menurutnya, aturan saat ini berpotensi membuat kelompok marginal kehilangan hak pilih.

“Komnas HAM meminta KPU RI dan Bawaslu RI mengasistensi kinerja KPUD Papua dan Bawaslu Papua secara holistik dan komprehensif. KPUD Papua perlu mengevaluasi kinerja KPUD kabupaten/kota serta bersama-sama merumuskan ulang tata kelola penyelenggaraan pemilu. Kami juga mendorong Bawaslu Papua dan Polda Papua melalui Sentra Gakkumdu menegakkan hukum secara presisi dan profesional atas dugaan tindak pidana selama PSU berlangsung,” pungkasnya.(Epen/Alex)




Posting Komentar

0 Komentar