Jayapura,Papua,Terbit,-Meningkatnya polarisasi sosial dan politik akibat penyalahgunaan media digital menjadi perhatian serius berbagai pihak di Jayapura, pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Model Resolusi Konflik Berbasis Pancasila di Tengah Polarisasi Era Digital di Jayapura: Perspektif Politik, Sosial, dan Peacebuilding” digelar pada Sabtu (17/5/2025) di salah satu hotel di Kota Jayapura.
Paulus Waterpauw sebagai keynote speaker. Dalam paparannya mahasiswa program Doktoral Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia menyampaikan keanekaragaman budaya, etnis,agama yang tinggi sangat rentan terhadap dampak polarisasi di gital terlebih di era digital yang serba terbuka.
Berbagai insiden kekerasan dan ketegangan sosial dan semakin di picu dengan narasi narasi ekstrem di media sosial.
“Jayapura,Sentani adalah pintu masuk wilayah timur Indonesia. Polarisasi di media sosial bisa memicu ketegangan horizontal, jika narasi ekstrem terus menyebar tanpa kontrol,” ujar Paulus.
Ia mengusulkan Model Resolusi Konflik Berbasis Pancasila sebagai pendekatan strategis.
"Deteksi dan analisis polarisasi,pendidikan dan literasi digital,dialog inklusif dan musyawarah,kampanye narasi positif,'jelasnya
Paulus Waterpauw yang di sapa akrab PW menegaskan bahwa dengan mengangkat nilai-nilai pancasila menjadi model resolusi konflik yang komprehensif dan kontekstual dapat meredam konflik dalam masyarakat majemuk dan setiap sila memiliki relevansi praktis mediasi digital.
"Sila pertama untuk mendorong toleransi beragama,sila kedua menekankan prinsip penghormatan martabat,sila ketiga menguatkan identitas bersama,sila ke empat melakukan musyawarah /FGD di gital, dan sila kelima program di gital inclusion,"terangnya
Paulus juga menekankan bahwa tantangan polarisasi digital bersifat multidimensional, mencakup aspek sejarah, struktural, dan teknologi. Oleh sebab itu, pendekatan holistik yang konsisten menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat dan berlandaskan nilai-nilai kebangsaan.
FGD ini menghadirkan tiga narasumber utama dari beragam disiplin ilmu, yaitu Margareta Hanita (perspektif politik), Arthur Josias Simon (perspektif sosial), dan A. Hanif Ghafur (perspektif peacebuilding dan resolusi konflik).dan moderator Agus Sumule.
Kegiatan FGD ini diikuti oleh lebih dari 80 peserta yang terdiri atas akademisi, tokoh adat dan agama, aktivis media sosial, jurnalis, mahasiswa, perwakilan pemerintah daerah, hingga pegiat LSM dan komunitas perdamaian.
Dari forum ini diharapkan lahir pemetaan tantangan serta rumusan langkah konkret dalam membumikan nilai-nilai Pancasila di ruang digital, khususnya dalam konteks keberagaman lokal di Papua. Jayapura dan Sentani diharapkan dapat menjadi model replikasi ekosistem digital Pancasila yang toleran, inklusif, dan bersatu,'tutupnya(Epen Ketaren)
0 Komentar