Jayapura, Papua Terbit - Komnas HAM RI Perwakilan Papua melakukan monitoring dan pemantauan lapangan terkait aksi unjuk rasa penolakan pemindahan empat tahanan kasus makar di Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari pada 26-30 Agustus 2025. Pemantauan tersebut berlangsung pada 3-7 September 2025 yang melibatkan koordinasi dengan berbagai pihak dan pengumpulan informasi lapangan.
Pemindahan tahanan dari Sorong ke Pengadilan Negeri Makassar yang disetujui oleh Forkopimda memicu gelombang demonstrasi di Sorong, Manokwari, hingga Jayapura dan Jayawijaya. Aparat penegak hukum mendapat sorotan karena dinilai kurang transparan kepada keluarga dan kuasa hukum terkait proses pemindahan tersebut.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits B. Ramandey menyampaikan, dalam aksi tersebut, terjadi penggunaan gas air mata dan peluru tajam yang menyebabkan sejumlah warga terluka bahkan meninggal dunia, seperti kasus Septinus Andreas Ariel Sesa di Manokwari. Komnas HAM menegaskan pentingnya dialog dan pendekatan damai sebagai jalan penyelesaian konflik, dengan penegakan hukum yang menjadi upaya terakhir (ultimum remedium).
"Komnas HAM juga mendesak proses penyelidikan dan penyidikan atas insiden penembakan dilakukan secara transparan dan profesional serta mengevaluasi penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan. Pemerintah daerah dan kepolisian diminta untuk memberikan informasi yang jelas kepada publik dan menjamin keamanan dengan tetap menghormati hak asasi manusia,"ungkap Frits.
Ia menjelaskan, bahwa pada 14 April 2025 Abraham Goram Gaman, Maksi Sangkek, Piter Robaha dan Nikson Mai mendatangi Kantor Gubernur Papua Barat Daya (PBD), Kapolres Sorong Kota, Kantor Walikota Sorong untuk mengantar surat permintaan perundingan damai dalam rangka menyelesaikan konflik di Papua dari Presiden Negara Federal Republik Papua Barat Daya (NFRPBD). Surat yang sama diantar juga ke Jayapura, Wamena dan Manokwari termasuk Komnas HAM RI Perwakilan Papua.
"Aksi unjuk rasa di Kota Sorong dilakukan sebagai bentuk penolakan atas pemindahan 4 Tahanan Kasus Makar ke Pengadilan Negeri Makassar di antaranya, Abraham Goram, Gaman, Maksi Sangkek, Piter Robaha dan Nikson Mai ditahan pada 28 April 2025 di Polres Sorong Kota atas dugaan delik makar. Dalam perkembangannya 4 tahanan ini diputuskan menjalani persidangan di PN Makassar oleh Mahkamah Agung RI berdasarkan permintaan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Sorong karena alasan keamanan,"ucapnya.
Lebih lanjut Frits menyingkapkan, pemindahan inilah yang menimbulkan kemarahan keluarga 4 tahanan bersama sejumlah warga serta para aktivis HAM yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se- Sorong Raya. Kemarahan ini memicu adanya gelombang demonstrasi secara luas di Kota Sorong dan berdampak pula ke daerah lainnya seperti kabupaten Manokwari, Kota Jayapura dan Kabupaten Jayawijaya.
"Aparat Penegak Hukum (APH) dinilai tidak transparan dalam penetapan dan proses pemindahan 4 tahanan Kasus Makar," tegas Frits.
Komnas HAM RI Perwakilan Papua meminta Menkopolkam memberi perhatian khusus terhadap kondisi politik di Papua terutama bagi warga Papua yang menyampaikan keyakinan politiknya secara damai dengan mengedepankan upaya penyelesaian melalui dialog dan pendekatan sosial-budaya untuk mewujudkan Papua Tanah Damai serta mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah Papua. Opsi penegakan hukum dapat ditempuh dan menjadi upaya terakhir (ultimum remedium).
"Melakukan asistensi dan pengawasan terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polresta Sorong Kota agar tercipta proses penegakan hukum yang transparan dan profesional serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam mengungkap pelaku penembakan Sdr. Mikhael Welerubun, dan selanjutnya pelaku penembakan diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku," tutup Frits(Alex).
0 Komentar